MATA AIR HIKMAH (IBNU AL-QAYYIM)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl [16] : 125)
Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menegaskan tentang bagaimana seorang hamba harus senantiasa melakukan taqorub (pendekatan) terhadap penciptanya. Pendekatan itu diawali dengan mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya hingga dengan menjadi hamba yang bertakwa kepada Alloh SWT. Barangsiapa mengenal Tuhannya maka dia ingat Tuhannya dan lupa hawa nafsunya. Apabila seorang hamba telah mengenal Tuhannya, maka cukuplah dia merenungkan dirinya dan mempercayai semua penjelasan Rasul mengenai Allah SWT, nama dan sifat-Nya.
Untuk mengenal Allah SWT. di dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan dzat-Nya kepada manusia dengan sifat-sifat-Nya. Kadang Allah tampak dengan sifat keagungan dan kebesaran, sehingga kepala kita menunduk, suara terdiam, dan sifat takabur mencair bagaikan garam mencair dalam air. Kadang Allah SWT. menunjukkan diri dengan sifat-Nya sebagai Mahdaniah dan Maha Sempurna, yaitu kesempurnaan nama-Nya dan keindahan sifat-Nya serta elok-Nya menunjukkan kesempurnaan dzat sehingga rasa cinta yang datang dari dalam hati hamba menembus kekuatan semua cinta sebesar pengetahuan mereka tentang sifat-Nya, sehingga hati hamba penuh dengan cinta. Jika ada orang lain yang akan mengganti cinta itu, hatinya akan langsung menolaknya dengan sejauh-jauhnya.
Jika Allah SWT. menunjukkan diri dengan sifat rahmat, kelemah-lembutan dan berbuat baik, maka timbullah kekuatan raja’ (harapan) pada hamba dan melebarlah cita-citanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan kekuatan itulah yang akan menjadi petunjuk dalam perjalanan hidupnya. Apabila harapan itu menjadi kuat, maka dia akan bersungguh-sungguh dalam berbuat, seperti halnya seorang petani, manakala kekuatan harapannya muncul, maka dia akan menutup seluruh ladangnya dengan tanaman, namun apabila kekuatan harapannya lemah, dia hanya sedikit dalam menebarkan benih.
Apabila Allah SWT. menunjukkan diri dengan sifat Mahaadil, Mahamurka, Maha Pemberi siksa, maka nafsu angkara murka hamba mengecil, sehingga dia tidak lagi mengumbar hawa nafsu, amarah, main-main atau melakukan hal-hal yang haram. Sebaliknya dia berhati-hati dalam mengatur perilakunya karena takut dan sikap berhati-hati.
Apabila Allah SWT. menampakkan diri dengan dengan sifat memberi perintah, melarang, meminta janji, memberikan wasiat, mengutus para rasul menurunkan kitab dan membuat syariat, maka dalam diri hamba muncul kekuatan untuk menjalankan semua perintah itu, menyampaikannya, mewasiatkannya, saling mengingatkan tentangnya, membenarkan kabar dari-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
Apabila Allah SWT. menunjukkan diri dengan sifat Maha Mendengar, Maha Melihat dan Mengetahui, maka dalam diri hamba timbullah kekuatan rasa malunya. Dia merasa malu kepada Tuhannya karena dibenci-Nya atau menyembunyikan sesuatu yang dilarang-Nya dalam benak. Maka semua gerak-geriknya, ucapannya dan apa yang terbersit dalam hatinya semuanya ditimbang dengan neraca syariat, tidak dibiarkan begitu saja serta tidak tunduk kepada peraturan hawa nafsu.
Apabila Allah SWT. menampakkan diri dalam sifat Maha Mencukupi, Maha Memberi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Maha Pemberi rezeki, Maha Menolak musibah, Maha Membantu para kekasih-Nya dan Maha Menjaga mereka, maka kekuatan tawakkal muncul pada diri hamba. Dia menyerahkan diri mereka kepada-Nya dan puas dengan setiap yang ditetapkan Allah kepada hamba-Nya.
Makna tawakkal adalah kepasrahan seorang hamba kepada Allah SWT. bahwa Dia telah memilih sesuatu yang yang terbaik untuknya serta ridha terhadap segala yang dikerjakan dan dipilihkan Allah untuknya.
Apabila Allah SWT. menampakkan diri dengan sifat keagungan dan kebesaran-Nya, maka jiwa manusia yang tinggi akan langsung merasa rendah di haribaan-Nya dan hilanglah kesombongannya. Hati dan anggota badannya menjadi tunduk kepada-Nya, sehingga ketenangan jiwa dan kebahagiaan muncul dalam hati, lidah serta seluruh anggota badannya. Dengan demikian, keangkuhan, kekuatan dan kesombomngannya musnah.
Inti seluruh keterangan di atas adalah bahwa Allah memperkenalkan diri-Nya kepada hamba, kadang dengan sifat-sifat uluhiyah dan kadang dengan sifat rububiyah. Sifat-sifat uluhiyah memastikan hamba mencintai-Nya, secara khusus, merindukan pertemuan dengan-Nya, merasa gembira dan tunduk patuh terhadap-Nya, merasa gembira mengabdikan diri kepada-Nya, berlomba-lomba untuk mendekat kepada-Nya, mencintai-Nya dengan cara menaati hukum-Nya, banyak melakukan dzikir, melarikan diri dari mahluk serta menjadikan-Nya sebagai tujuan akhir dari seluruh perjalanan hidupnya. Sedangkan sifat-sifat rububiyah memastikan hamba bertawakkal kepada-Nya, merasa membutuhkan-Nya, memohon dan meminta pertolongan kepada-Nya sertz tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kesempurnaan semua itu adalah jika seorang hamba dapat melihat sifat uluhiyah-Nya dalam rububiyah-Nya, sifat rububiyah-Nya dalam uluhiyah-Nya, segala puji-Nya dalam kekuasaan-Nya, keagungan-Nya dalam ampunan-Nya, kebijaksanaan-Nya dalam qadha’ dan qadar-Nya, nikmat-Nya dalam musibah-Nya, pemberian-Nya dalam larangan-Nya, kebaikan, kelembutan dan rahmat-Nya dalam cobaan-Nya, keadilan-Nya dalam siksa-Nya, kebaikan dan kemuliaan-Nya dalam ampunan-Nya. Begitu pula jika hambar dapat melihat kebijaksanaan dan nikmat-Nya dalam perintah dan larangan-Nya, keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dalam kelapangan-Nya dan kekayaan-Nya di alam semesta ini.
Apabila kita mau merenungkan Al-Qur’an dan menjauhkannya dari segala perkataan dan pendapat para pakar ilmu kalam serta dari pemikiran orang-orang yang memaksakan diri, maka Al-Qur’an membuat anda menyaksikan adanya Sang Penguasa yang berdiri di atas tahta-Nya yang mengatur urusan hamba-Nya, memerintah dan melarang, mengutus para rasul, menurunkan kitab-kitab, meridhai dan memurkai, member pahala serta hukuman, memberi dan tidak memberi, memuliakan dan menghinakan, merendahkan dan meninggikan, melihat dari atas tujuh langit dan mendengar, mengetahui yang rahasia dan yang terang-terangan, mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya, sehelai daun tidak jatuh kecuali atas sepengetahuan-Nya, seseorang tidak memberikan syafaat kecuali atas izin-Nya dan tidak ada wali dan tidak ada kekasih maupun pemberi syafaat bagi hamba selain Dia.
Apabila kita sudah mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT. dengan baik, maka kita akan dengan mudah untuk menjadi hamba yang bertakwa. Takwa itu terdiri dari tiga tingkata. Pertama, menjauhkan hati dan anggota badan dari perbuatan dosa dan haram. Kedua, menjauhkan hati dan anggota badan dari hal-hal yang makruh. Ketiga, menjauhkan hati dari hal yang tidak berguna. Tingkatan pertama memberikan hidup kepada hamba. Tingkatan kedua memberikan kesehatan dan kekuatan bagi hamba. Tingakatan ketiga memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi hamba. Semoga kita termasuk hamba yang telah mengenal Allah SWT. dengan baik dan menjadi hamba yang bertakwa.
0 komentar:
Posting Komentar